Friday, November 21, 2014

Review: The Hunger Games: Mockingjay Part I (2014)


Sudah menjadi sebuah kepastian jika saya menaikkan ekspektasi untuk Mockingjay, menilik dua film sebelumnya, The Hunger Games dan Catching Fire benar-benar sukses secara komersil maupun kualitas dalam franchise The Hunger Games ini. Namun apa yang terjadi adalah sebuah kekecewaan. A disappointment as if you text your crush, but she never replies.

Bermula dari sebuah permainan yang mengundang seluruh distrik di Panem untuk mengirim perwakilan mereka untuk saling membunuh satu sama lain, Katniss Everdeen yang awalnya adalah seorang gadis kumuh asal distrik 12 yang kotor berubah menjadi seorang Mockingjay, Simbol pemberontakan seluruh distrik yang merasa digencet habis oleh sang pemimpin negara, Presiden Snow.

Katniss yang ditunjuk Presiden Coin untuk menjadi Mockingjay mengajukan beberapa syarat demi menyelamatkan Peeta Mellark, Johanna Mason dan peserta Hunger Games lainnya yang diculik oleh Presiden Snow untuk kepentingan politiknya.

Pemecahan 1 buku ke dalam adaptasi 2 film sudah pernah dilakukan Harry Potter (yang berhasil), dan Twilight saga (yang gagal karena bagian I pada dasarnya hanya menunjukkan hubungan seks Bella dan Edward) seakan mengawali gerakan ‘mari kita memecahnya menjadi 2 agar penggemar bukunya puas’ padahal maksud mereka adalah ‘kita pecah aja jadi 2 biar kita kaya’.

Pemecahan inilah yang menjadi titik terlemah Mockingjay yang dibawakan sutradara Francis Lawrence. Saya tahu maksud beliau mungkin ingin membangun terlebih dahulu tensi pemberontakan yang menjadi plot utama disini, tapi hampir tidak ada scene menggelora untuk ukuran pemberontakan, bahkan adegan action dikurangi secara signifikan. Tak hanya itu plot cinta segitiga antara Katniss-Gale-Peeta yang sebenarnya punya potensi lebih dalam untuk digali tidak dimanfaatkan sama sekali. Yang tersisa hanyalah drama politik dan perang propaganda yang tersaji sepanjang 105 menit. Dan di poin ini Mockingjay terlihat matang.

Untuk urusan akting, entah pengarahan sutradrara atau sang aktris sendiri yang mengalami penurunan, ketika saya menonton Katniss yang diperankan Jennifer Lawrence melakukan speech untuk membakar semangat rakyat Panem serasa tidak natural. Serta tidak ada aura yang terpancar dari Jennifer Lawrence sebagai seorang pemimpin. Entah ini mungkin perasaan saya saja. Sementara untuk pemeran yang lain tidak ada yang begitu spesial, kecuali Julianne Moore dengan rambut pirang berkilaunya sebagai Presiden Coin.

Mockingjay Part I saya nobatkan sebagai yang terburuk dalam franchise The Hunger Games. Sebuah pemecahan yang tidak perlu dilakukan yang memaksa tim produksinya harus terseret-seret dalam menyampaikan cerita demi memenuhi jatah durasi.


No comments:

Post a Comment