The Telly


Televisi merupakan sumber hiburan nomor satu didunia. Dari masyarakat bawah, menengah, sampai atas pasti membutuhkan sekali keberadaan televisi di rumah mereka masing-masing setidaknya satu buah. Selain sebagai sumber hiburan, televisi sekarang menjelma menjadi sumber acara-acara pengetahuan untuk mengedukasi pemirsanya.
Pada medio pertengahan 90 an sampai awal 2000 mungkin adalah masa-masa keemasan televisi Indonesia. Dari mulai Gerhana, Misteri Gunung Merapi, Panji, Saras, Jinny oh Jinny, Tuyul dan Mbak Yul, Jin dan Jun, Wiro Sableng hingga favorit saya sampai saat ini (dan masih belum ada penggantinya) Disini Ada Setan. Semua saya lahap habis karena penceritaannya yang digarap serius hingga masih melekat erat di ingatan saya.

Dengan berkembangnya era informasi dan teknologi saat ini, konten yang ditayangkan pada televisi pun sangat beragam demi memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga pundi-pundi dana iklan yang akan mengalir kedalam perusahaan stasiun televisi. Ini yang membuat para produser program acara televisi harus memutar otaknya bagaimana membungkus sebuah acara yang dapat meraik banyak market share tapi juga untung dalam iklan.
Mungkin dalam benak produser berkata demikian 'masa bodoh ini ada ilmunya apa nggak, yang penting masyarakat suka plus kita dapat duit banyak.' Hasilnya bisa kita lihat sendiri, pertelevisian Indonesia kini dikuasai oleh orang-orang yang itu-itu saja. Dari pagi hingga tengah malam wajah merekalah yang anda tatap dilayar kaca setiap hari. Ditambah lagi program-program yang sangat repetitif mulai acara musik, joget-jogetan, hinga toyor-toyoran.

Hal ini yang membuat beberapa kalangan melakukan gerakan pembuatan petisi untuk salah satu program sebuah stasiun televisi. Saya tidak bisa menyalahkan masyarakat yang sudah mulai jenuh dengan tayangan tersebut, dan saya juga tidak menyalahkan produser program tersebut karena memang penikmatnya yang sangat banyak. Sebagai masyarakat yang cerdas tak perlu lah kita membuat petisi untuk penghentian program tersebut. Solusinya sederhana, kalau anda memang tidak suka tidak usah ditonton. Lagipula sepengetahuan saya berlangganan televisi kabel saat ini sudah sangat murah. Nah, sambil menanti televisi Indonesia kembali ke masa jayanya, saya beralih kepada serial-serial luar negeri. Ada beberapa dari daratan Eropa, namun produksi Amerika Serikat tetap mendominasi. 


Honorable Mention: Saya sempat mengikuti keduanya, namun perlahan tapi pasti mereka semakin kehilangan arah dari episode ke episodenya.



No comments:

Post a Comment