Monday, September 8, 2014

Review: Utopia Season 2 (2014)


Inilah salah satu cara saya mengisi kekosongan yang ditinggalkan serial Inggris favorit saya, Sherlock yang masa produksinya luar biasa lama (kalau dihitung muncul setiap 2 tahun sekali) hampir sama seperti sekuel film Marvel. Dan masih dari daratan Britania Raya, serial satu ini mungkin tidak sebesar nama Sherlock yang legendaris itu namun ide ceritanya yang menantang akal sehat akan membuatmu terus bertanya dalam hati sampai kamu kehabisan pertanyaan saking lelahnya.


Utopia series 1 sukses mengejutkan saya dengan unsur cult, thriller, black comedy dan sinematografi cantik yang sedap dipandang mata yang sukses menjadi kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Disinilah keunikan Utopia yang bisa saja kamu buang salah satu unsurnya yang bisa jadi akan membuat seluruh keasikan yang ditawarkannya akan turun drastis.

Menapakkan kakinya di series kedua, Jessica Hyde menjadi tahanan Milner dikarenakan dalam tubuhnya telah disuntikkan sel barnama Janus yang menjadi permasalahan besar dalam serial ini. Kemudian para cult komik Utopia Becky, Ian dan Grant melanjutkan hidup normal mereka masing-masing sebelum nantinya mereka akan bertemu teman lama mereka, Wilson yang kini membelot pada kubu Milner dan The Network.



Mungkin sekarang banyak yang meragukan kualitas serial yang ditulis Dennis Kelly ini. Namun jangan heran jika pada tahun-tahun mendatang Utopia akan menjadi serial cult yang akan terus mendapatkan para penggemarnya sendiri dari tahun ke tahun.

Kamu belum tahu sama sekali tentang Utopia? Saya rangkum sedikit saja. Utopia adalah prototype buku komik yang diciptakan Philip Carvel yang punya penggemar khusus yang menantikan Vol. II nya. Tak disangka dalam komik tersebut ada kode tersembunyi mengenai sebuah sel yang akan menetralisir sel reproduksi umat manusia. Masih tidak paham? Tolong dipahami lagi.



Di musim keduanya Utopia seakan memberi semua akses bagi para karakter yang bermain didalamnya untuk mengembangkan potensinya. Yang paling menonjol tentu saja Jessica Hyde yang menjadi putri kandung sang komikus dan saudara laki-lakinya yang expression-less, Arby. Mereka berdua adalah bintang utama yang minim ekspresi, tak banyak bacot dan sadis.

Sayang karakter lain seperti Grant, Ian dan Becky tidak punya plot yang memadai untuk menggerakkan karakter mereka yang praktis hampir sama dengan musim sebelumnya. Untuk pemeran antagonis Wilson berhasil menggeser peran Milner sebagai musuh utama yang terkena krisis moral.

Tidak hanya disitu Utopia tetap mengandalkan naskahnya yang padat, penuh belokan tajam dan twist yang cukup mengagetkan di pertengahan musim. Hal tersebut tetap dipadukan dengan pemainan warna (yang sedikit kurang musim ini) dan tune-tune elektronik yang khas menjadikan Utopia selalu pantas untuk dinantikan.



Apa yang kamu lakukan jika bumi yang penuh sesak ini sudah tidak sanggup menampung milyaran manusia yang bergantung padanya? Apakah Janus merupakan salah satu jawaban atas permasalahan tersebut atau Janus merupakan langkah yang tidak etis atau tidak berprikemanusiaan? How thought-provoking is that?

No comments:

Post a Comment