Thursday, May 8, 2014

Review: The Amazing Spider-Man 2 (2014)


Keputusan Sony untuk mereboot seluruh saga Spiderman ciptaan Sam Raimi sebenarnya sempat dipertanyakan banyak orang mengingat jeda waktu nya yang hanya berselang 5 tahun dan sosok Spiderman yang lebih komikal yang masih bisa belum diterima khalayak umum karena penggunaan web shooter nya. Itu terjadi karena karakter manusia laba-laba yang dimainkan oleh Tobey Maguire sudah terlalu melekat di kepala penonton.

"Everyday I wake up knowing that no matter how many lives I protect, no matter how many people call me a hero, someone even more powerful could change everything." Peter Parker

Apapun itu Sony tetap memegang teguh keputusannya dengan memanggil Marc Webb, Sutradara kreatif dibalik suksesnya (500)Days of Summer untuk memegang kemudi saga superhero paling merakyat ini. Dibawah kendalinya Spiderman dibawa kembali ke pakem komiknya yang lebih lucu, komikal, realistis. Juga ditunjang dengan pendapatan box office yang memuaskan.

Tentu saja pihak studio tidak berpikir panjang untuk melanjutkan The Amazing Spiderman ke installment berikutnya. Tahun ini dipilih sebagai perilisan film yang bersubtitle Rise of The Electro ini untuk menjadi jembatan besar ke dunia Spiderman yang lebih luas dan mengarahkan benang merah nya untuk Sinister Six.

"Did your 'traffic jam' have anything to do with, I don't know, being shot at by machine guns?" Gwen Stacy

Peter Parker sedang mengalami dilema berat. Kejadian di film pertama memaksa dia harus berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjauh dan merenggangkan hubungan intim dengan kekasihnya , Gwen Stacy. Hal ini bukan tanpa alasan karena New York sedang diserbu oleh kawanan perampok pimpinan Rhino, ahli waris oscorp bernama Harry Osborn yang nantinya kamu ketahu akan menjadi Green Goblin dan seorang tukang PLN pemalu yang bernasib sial setelah digigit puluhan belut listrik di tempat kerja nya hingga menjadikannya sebagai Electro. 

First of all, ini tidak semembosankan yang orang-orang bilang. Memang porsi aksi nya banyak dikurangi untuk memasukkan lebih banyak plot didalamnya. Namun kamu masih tetap akan dibuat kagum dengan eksekusi action sequence nya. 20 menit pertama adalah swinging sequence terbaik yang kamu tidak akan temui di film Spiderman manapun. Kemudian adegan-adegan pertarungan Spiderman dengan para villain nya benar benar dahsyat. 200 juta dollar yang dikucurkan pihak studio tidak terasa mubazir melihat penggunaan visual effect yang saya rekomendasikan untuk versi 3D nya yang kemudian dibalut dengan dubstep-electronic-kind-of music arahan Hans Zimmer dan The Magnificent Six yang terdengar sangat menggelegar dan enerjik.

"Soon, everyone in the city is going to know how it feels to live in my world. A world without power. A world without mercy. A world without Spider-Man!" Electro

Dibalik itu semua, Rise of The Electro sebenarnya menyimpan senjata utamanya di bagian penceritaan yang kali ini ditulis keroyokan oleh Alex Kurtzman, Roberto Orci, Jeff Pinkne. Tak tanggung tanggung mereka memasuk setidaknya 4 plot yang sebenarnya layak untuk disimak. Yang pertama jelas membangun hubungan superhero-villain antara Electro yang iri dengan terkenalnya Spidey. Lalu flashback ke masa lalu sepeninggal ayahnya yang jauh lebih dalam mengungkap rahasia-rahasia gelap Richard Parker. Dan hubungan personalnya dengan aunt May setelah uncle Ben meninggal serta hubungan cinta rumitnya dengan Gwen.

Sayang eksekusi masing-masing plot nya tidak tersusun dengan rapi sehingga plot satu dengan plot lainnya hingga terlihat saling salip menyalip untuk development karakter-karakter didalamnya terutama Peter. Jika sedikit saja plot-plot tersebut dirapikan mungkin ini sudah melebihi kualitas predesornya.

Untuk para pemainnya sendiri, They've done a pretty good job. Jamie Foxx adalah pemilihan tepat untuk Electro yang introvert yang suka berbicara sendiri dan tidak terlihat oleh rekan-rekan kerjanya. Dane Deehan (gaya rambutnya itu saya tidak tahan) yang ditunjuk sebagai Harry Osborn mungkin karismanya belum bisa menyamai James Franco, tapi lewat penampilan miserable dan tengiknya itu menambah dimensi lain tentang Green Goblin yang somehow, It worked. Paul Giamatti hanya muncul sekilas sabagai Rhino mungkin disimpan untuk sekuel selanjutnya.

Keberhasilan para villain memerankan masing-masing karakternya tidak bisa menutupi chemistry hebat antara Andrew Garfield-Sally Field-Emma Stone lah yang menjadi titik terkuat dalam film ini. Andrew dan Sally menghadirkan hubungan hangat sekaligus kuat sebagai bibi yang menganggap ponakannya tersebut sebagai anaknya sendiri. Emma Stone yang memang real-life partner Andrew berhasil membangun chemistry yang sanggup membuat pasangan-pasangan dimuka bumi jealous karena mereka bawakan dengan begitu natural dan lepas. Their unique, complicated relationship are so lovable, people start posting their picture on Path.

The Amazing Spiderman: Rise of Electro sesungguhnya punya potensi untuk melebihi predesornya lewat asupan plot nya yang bagus sayang tidak tersusun dengan rapi. Namun hal tersebut tidak terlalu mengganggu karena para pemainnya berhasil menyuguhkan akting yang apik untuk superhero movie.

"You're Spider-Man, and I love that. But I love Peter Parker more." Gwen Stacy

No comments:

Post a Comment