Tuesday, December 17, 2013

Review: The Hobbit: Desolation of Smaug (2013)


Desember tahun lalu ketika The Hobbit: An Unexpected Journey dirilis, ekspektasi saya begitu tinggi mengingat apa yang disajikan Peter Jackson dalam LoTR adalah luar biasa epik. Saya bergegas menuju biokop ditanggal perilisannya dan kemudian yang terjadi adalah tidak disangka-sangka. Saya tertidur pulas sekitar 1 jam dari 2 jam 49 menit durasinya. Entah memang filmnya se-membosankan itu atau saya yang terlalu capek memaksakan diri nonton premier. Yang jelas itu pertama kalinya saya tertidur didalam bioskop. Benar-benar unexpected seperti subtitlenya.
Sebenarnya tahun ini saya tidak begitu berminat nonton sekuelnya. Saya takut kejadian Desember tahun kemarin terulang. Namun dari ulasan beberapa forum internet, saya meyakinkan diri untuk menontonnya dengan ekspektasi nol.

Desolation of Smaug langsung melanjutkan kisah dari film sebelumnya dimana Bilbo Baggins, Gandalf dan 13 kurcaci melanjutkan petualangannya menuju Gunung Kesepian (The Lonely Mountain) untuk merebut kembali kerajaan dwarf yang hilang Erebor yang dipimpin langsung oleh dang raja kurcaci Thorin Oakenshield. Tapi ditengah perjalan, Gandalf harus meninggalkan kelompok untuk urusan yang lebih penting (anda yang sudah menonton LoTR pasti sudah tau). Lalu berhasilkah mereka merebut kembali kerajaan tersebut?

Bagi anda yang tidak mengikuti franchise ini saya sarankan untuk menonton film pertamanya terlebih dahulu karena sang sutradara tidak memberikan kesempatan kepada anda untuk berkenalan kepada masing-masing karakternya sehingga akan membuat anda bingung.

Peter Jackson sepertinya tahu benar kelemahan film pertamanya yaitu cerita yang terlalu bertele-tele sehingga membuat penonton bosan hingga tertidur sepeti saya. Saya ambil positifnya saja mungkin beliau menyimpan semuanya untuk 2 sekuel berikutnya.

Benar saja, Desolation of Smaug jelas peningkatan yang signifikan. Cerita yang lebih straight to the point, dengan geberan aksi yang meskipun tidak intense tapi sanggup membuat penontonnya berdecak kagum. Saya ambil contoh ketika sekuen adegan perburuan para kurcaci oleh kelompok Orc yang bagaikan bermain-main ria seperti sedang berarung jeram itu sangat seru sekali. Bahkan saya belum menyebutkan penampakan Smaug yang luar biasa itu. I won't spoil it for you.



Pemilihan Bennedict Cumberbatch sebagai pengisi suara sang naga Smaug adalah pemilihan jitu. Bennedict berhasil membawakan karakter naga yang kejam dan juga cerewet yang sedikit mengingatkan saya ketika dia memerankan Sherlock. Martin Freeman terlihat sedikit mengalami peningkatan dalam memerankan Bilbo Baggins. Kenapa terlihat sedikit? Karena porsi screentimenya yang diambil lebih banyak oleh Richard Armitage sebagai Thorin sebagai raja yang sangat ingin merebut kembali Erebor tetapi juga memperlihatkan kodratnya sebagi kurcaci yaitu 'serakah'. Tapi sebenarnya yang mencuri perhatian adalah Evangeline Lily.

Sedikit terganggu dengan scoring yang tidak sinkron serta subplot romantis antara Tauril dan Kili yang tidak begitu penting dengan plot utamanya, tidak membuat saya untuk tidak menantikan kelanjutan bab terakhir dari franchise ini tahun depan dengan cliffhanger dari Smaug: "I AM FIRE, I AM ... DEATH!"


No comments:

Post a Comment